Sentani (KPN)- Belasan orang yang mengaku pemilik lahan atas tempat pendirian SD Negeri Inpres Dobonsolo, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, memalang sekolah tersebut pada Senin (23/7/2018). Akibat pemalangan itu, para siswa diminta pulang dan proses belajar mengajar dihentikan hingga waktu yang belum dapat ditentukan.
Beatriks Felle, koordinator aksi itu mengatakan pihaknya menuntut Pemerintah kabupaten Jayapura untuk mengganti rugi pembayaran lahan seluas 6000 meter persegi, tempat SD Negeri Inpres Dobonsolo didirikan.
Ia menjelaskan, pemalangan tersebut terpaksa dilakukan karena mereka belum melihat adanya niat baik dari pemerintah untuk menyelesaikan kewajibannya sejak lebih 30 tahun sekolah itu didirikan.
“Kami buat aksi seperti ini agar membuka mata pemerintah. Bukan hanya satu sekolah saja, tapi ada banyak sekolah yang pemerintah belum bayar hak tanah adat,” kata Beatriks saat ditemui KPN di halaman SD Negeri Inpres Dobonsolo, Jl Yahim, kelurahan Dobonsolo, distrik Sentani, Senin pagi.
Upaya menuntut pembayaran ganti rugi lahan telah dilakukan beberapa kali. Diantaranya tahun 2015 dan 2016. Saat itu, kata Beatriks, permintaan mereka disampaikan kepada beberapa anggota DPRD Kabupaten Jayapura dan melakukan pertemuan bersama di rumah kepala suku, tapi hingga saat ini belum ada jawaban.
Beatriks, yang merupakan seorang guru di sekolah lain, pun mengatakan pemalangan kali ini dilakukan dengan harapan mendapat respon dari pemerintah daerah, legislatif, dan pihak terkait lain seperti dinas pendidikan dan pihak sekolah. Hingga harapan itu terwujud, pemalangan sekolah akan terus dilakukan hingga waktu yang belum dapat ditentukan.
“Pemalangan ini akan berlangsung sampai adanya kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat pemilik hak ulayat. Jika ada kesepakatan maka masyarakat akan mundur atau membuka palang,” kata Beatriks.
Terkait pembayaran, mereka menuntut Rp1 juta per meter dikali luas tanah 100×60 meter tersebut. Menurut Beatriks, belum pernah ada pembayaran tanah tersebut sejak diambil alih oleh pemerintah setempat pada tahun 1980an.
Beatriks juga menyebutkan terdapat empat sekolah lain di kabupaten Jayapura yang mengalami nasib sama, yaitu SD Inpres Komba, SMP Negeri 2 Kemiri, dan SMA Negeri 1 Kemiri.
Sementara itu, guru kelas 3 SD Negeri Inpres Dobonsolo, Rhut Felle yang berada di sekolah pagi itu mengatakan hanya bisa pasrah menerima pemalangan tersebut meski harus mengorbankan waktu belajar murid-muridnya.
“Tapi kami sebagai guru sangat kecewa dengan hal ini, karena siswa kami butuh pendidikan. Beberapa bulan kedepan banyak kegiatan misalnya ujian tengah semester dan masuk semester, mereka harus punya dasar tapi kami sebagai guru tidak bisa berbuat apa-apa, kalau memang hak ulat yang melakukan pemalangan kami tidak bisa berbuat apa-apa. Saya sebagai guru sangat terpukul dengan hal ini dan berharap agar pemerintah memperhatikan hal ini, sehingga ada pembahasan antara pemilik tanah dan pemerintah sehingga proses belajar mengajar di sekolah ini bisa berjalan seperti biasa,” pintanya. (SO)