
Oleh : Josh Karma
Nama saya Josh Karma (Joka), putra pertama dari empat bersaudara. Saya lahir dan dibesarkan di Kota Jayapura. Dalam tulisan saya kali ini, saya ingin membagikan kisah perjalanan saya menekuni hobi yang kini telah menjadi profesi, yang mampu memperkenalkan saya secara langsung pada belahan bumi yang lain, yang dahulu hanya saya lihat di buku atau saya tonton di TV. Jika dirangkum menjadi sebuah kalimat, maka bisa saya katakan bahwa : “Pekerjaan saya adalah hobi saya”.
Fotografi adalah hobi yang menggiring saya pada pengalaman – pengalaman menarik dalam hidup. Hal yang membuat saya tertarik pada dunia fotografi adalah karena foto merupakan cara terbaik untuk mengabadikan moment yang jarang terjadi untuk kedua kali.
Tahun 2008 adalah tahun pertama saya mulai berkenalan dengan dunia foto, saat itu saya masih kuliah di bandung. Berawal hanya “ikut – ikut teman” sebagai asisten foto dan hanya diberikan tugas “tukang pegang lampu” kala itu. Tanpa saya sadari ternyata dari situ ketertarikan saya pada dunia foto dimulai.
Suatu saat saya bergumam dalam hati “sepertinya jadi fotografer keren dan menantang juga ya.” Walau belum terfikir untuk menjadikan fotografi sebagai pekerjaan professional, rasa penasaran mulai muncul.
Semangat untuk menekuni fotografi muncul di tahun 2011 , ketika saya masih aktif sebagai penari . Saya ingat waktu itu saya bertemu dengan salah seorang fotografer di Gedung pertunjukan Seni tari di Jakarta, Bang Umar Setyadi panggilan akrabnya. Beliau memperlihatkan hasil jeptretannya kepada saya saat itu, saya mulai ngobrol dan tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang dasar – dasar fotografi dari beliau. Dari situ, saya memantapkan hati untuk membeli kamera pribadi dari uang yang saya kumpulkan. Dengan kamera pertama saya itu, Teknik dasar fotografi mulai saya pelajari dengan bimbingan Bang Umar, saya belajar cara megatur cahaya seperti Speed ISO , diagfragma dan lainnya.
Setelah itu yang saya lakukan hanyalah mengasah hobi baru saya dengan memotret teman- teman saya, khususnya pada saat mereka menari. Seiring berjalannya waktu, tanpa saya sadari hobi fotografi mampu memberikan penghasilan tambahan buat saya.
Tahun 2016 saya ke Bali, disana saya kembali menggeluti dunia fotografi. Berawal diajak teman untuk foto di sebuah club, selain itu saya juga sempat bergabung di salah satu majalah surfing di Bali. Tahun 2017 saya kembali ke Jakarta masih dengan pekerjaan freelance photographer. “Kalau ada panggilan, baru ada job dan ada penghasilan hehehe..”
Ditahun yang sama saya mencoba peluang baru yang lebih menantang. Hanya bermodal kemampuan berbahasa Inggris dan teori fotografi, saya memberanikan diri melangkah ke pekerjaan dengan skala Internasional. Setelah melalui proses perekrutan yang panjang, akhirnya saya resmi bergabung menjadi salah satu fotografer dibawah perusahaan Kapal Pesiar berbendera Italy. Saya diterbangkan ke Rio de Janeiro untuk memulai petualangan baru saya sebagai “photographer on board” kapal pesiar kala itu.

Di awal masuk pekerjaan ini, saya sedikit “surprise” karena situasi di kapal cukup menantang bagi saya. Saya sempat merasa kesulitan beradaptasi, karena situasi dan kondisi kerja cukup menguras mental dan fisik saya. Rupanya pekerjaan ini tidak seindah dan semudah yang saya bayangkan sebelumnya. Saya bekerja 10 – 12 jam perhari. Tugas saya adalah memotret para tamu yang ada di kapal, selain itu saya juga bertugas melakukan setup background dan lighting.
Bekerja di kapal pesiar memiliki tantangan tersendiri, sangat berbeda dengan pekerjaan saya sebelumnya sebagai fotografer freelance. Di kapal pesiar kami dituntut berfikir cepat dan bergerak cepat untuk mengajak tamu berfoto. Selain itu terampil dalam berbahasa asing seperti Italy, Spanyol, Portugis, Perancis, Jerman dan Inggris juga merupakan tantangan lainnya dalam pekerjaan kami sebagai “Photographer on board”.
“Tentu hal yang tidak mudah bagi saya untuk memahami sekian banyak Bahasa dalam waktu singkat khususnya Bahasa prancis dan jerman hehehe”. Namun sekali lagi karena ini adalah tuntutan pekerjaan, maka mau tidak mau saya harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan keadaan.
Tantangan lain yang juga cukup menarik bagi saya adalah ketika harus mengajak tamu berfoto. Tentu saja tidak semua orang antusias untuk difoto, disitulah kami diuji. Seperti “memancing ikan”, mengajak tamu untuk foto juga butuh kesabaran serta sesekali butuh “senyuman mematikan” agar tamu tertarik untuk difoto.
“Setelah saya pikir-pikir lagi, ternyata senyuman mematikan saya cukup ampuh, hehehe.”
Tentu saja selain kesabaran dan senyuman, saya juga dituntut berpikir cepat menentukan 10-12 pose yang berbeda dan sesuai dengan pakaian yang tamu kenakan. Jadi service yang saya tawarkan kepada tamu adalah, pertama mereka harus merasa nyaman dulu dengan saya, lalu berikutnya adalah saya harus memberikan kualitas foto yang terbaik bagi mereka.

Dengan beragam pengalaman di kontrak kerja yang pertama, kemampuan bahasa asing saya selain bahasa inggris juga mengalami penigkatan. Selain Fotografi dan bahasa asing, kami yang bekerja di kapal juga dituntut memiliki kemampuan teknik penyelamatan diri (Safety First) seperti fire fighting dan lainnya.
Setelah menyelesaikan kontrak kerja pertama dengan baik dan melanjutkan ke kontrak berikutnya, saya mulai merasa enjoy dengan pekerjaan saya ini. Pada kontrak ketiga tahun 2019 – 2020 ini saya diberikan tanggung jawab yang berbeda, saya harus memotret para tamu, mengeditnya sendiri kemudian mencetak memasangnya pada display di photo shop kapal untuk kemudian dijual kepada para tamu.
Terakhir yang saya ingin bagikan bahwa bekerja di kapal pesiar itu sebenarnya menyenangkan, khususnya sebagai fotografer karena kita bisa mengelilingi berbagai negara, belajar budaya yang berbeda dan bertemu dengan banyak orang dengan beragam karakter. Bonus lainnya adalah memiliki relasi dan banyak teman dari negara lain dari belahan bumi yang lain.
Saya juga rindu, suatu saat kelak akan ada banyak fotografer Papua yang melebarkan sayap pengalaman di kapal pesiar. Tahun 2019 lalu, masa libur saya di Kota Jayapura saya isi dengan sharing season di Kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Papua bersama sahabat saya IAM Murda. Bagi saya berbagi pengalaman adalah hal yang menyenangkan. “Paling tidak waktu libur saya tra numpang lewat saja di Papua, ada hal baik yang saya bagikan.”
Pesan penting dari pelajaran yang saya dapat adalah, Tidak ada pekerjaan yang mudah, lelah, stress adalah hal normal yang akan datang, yang terpenting adalah bagaimana kita mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah dan harus dapat survive dengan mental yang baik.
Salam Tukang Foto Keliling ( Josh Karma)