Gandeng FJPI, KPU Papua Gelar Sosialisasi Kampanye Media

Jayapura (KPN) – Forum Jurnalis Perempuan Papua (FJPI) Papua gelar Ngopi (ngobrol pintar) bareng KPU dan Bawaslu Provinsi Papua dengan tema Aturan Main Kampanye Media dalam rangka Pileg, Pemilihan DPD RI dan Pilprrs 2019 di Grand Abe Hotel Jayapura, Rabu 24 Oktober 2018.

Hadir dalam kegiatan sebagai narasumber Komisioner KPU Papua Tarwinto, Komisioner KPU Divisi Hukum dan Pengawasan, Sandra Mambrasar, Komisioner Bawaslu Jamaludin dan Ketua PWI Papua Abdul Munib.

Dihadapan para audiens yang terdiri dari perwakilan 16 Partai Politik, organisasi pers dan jurnalis, para narasumber memaparkan materi dan tanggapan tentang landasan hukum kampanye di media dan media sosial.

Tarwinto menyampaikan, kampanye di media sosial tercatat dalam pasal 35 PKPU nomor 23. Dimana peserta pemilu boleh membuat 10 akun media sosial untuk berkampanye dengan syarat harus dilaporkan ke KPU setiap tingkatan.

“Kalau di Papua ada 7 Dapil silahkan membuat sebanyak 7 sampai 10 akun tetapi akunnya atas nama partai politik. Tidak boleh perorang. Lalu bagaimana jika sudah ada yang nengiklankan diri dalam facebook? Tidak ada aturan yang jelas apakah secara pribadi Caleg mengiklankan secara pribadi di media sosial. Intinya yang didaftarkan ke KPU adalah akun media sosial yang dibuat oleh partai politik sebelum tanggal 23,” kata Tarwinto.

Artinya jika akun tak didaftarkan lalu ketahuan, maka Bawaslu akan memberikan teguran sebab akun itu harus dilaporkan ke empat lembaga yaitu KPU, Bawaslu, Arsip pihaknya sendiri dan untuk kepolisian.

“Kampanye media sosial itu harus ditutup sehari sebelum masa tenang. Kalau masa tengnya itu dimulai tanggal 14 maka tanggal 13 harus ditutup, begitupun penyebaran alat kampanye seperti baliho, spanduk dan lain-lain,” ujarnya.

Kemudian aturan tentang iklan kampanye di media cetak dan elektronik, bisa berupa tulisan dan gambar. Pembuatan materi iklan kampanye wajib memenuhi peraturan perundang-undangan yaitu tidak boleh menjelek-jelekkan partai lain, tidak boleh mempersoalkan kedaulatan negara dan memunculkan isu sara.

Para peserta diskusi sedang mendengarkan pemaparan dari sejumlah nara sumber.(ft/Sonya)

Pengaturan dan jadwal semuanya diatur dimedia itu sendiri. Selama 21 hari media harus adil memberikan informasi yang sama kepada semua partai politik. Media tidak boleh melakukan bloking atau menjual sekmen yang dipakai oleh partai politik atau peserta.

“Kalau peserta pemilu tidak menggunakan kampanye di radio, misalnya. Maka radio itu tidak boleh menjual spot yang kosong kepada peserta pemilu lain sebab bisa melanggar pidana,” jelasnya.

Selain itu, peserta pemilu juga dilarang membuat meteri iklan dalam bentuk tanyangan ataupun dalam bentuk berita. Misalnya, jika ada bhakti sosial dan dibuatkan dalam bentuk narasi, itu tak boleh, sebab sudah masuk pelanggaran kampanye.

Komisioner KPU Divisi Hukum dan Pengawasan, Sandra Mambrasar menyampaikan, pelanggaran kampanye yang perlu ditekankan kepada peserta pemilu yaitu mengenai penggunaan fasilitas negara.

“Apabila itu berkaitan dengan jabatan tidak diperbolehkan menggunakan anggaran APBN,” ujarnya.

Menurut Ketua PWI Abdul Munib, kondisi media mainstream diera sekarang didominasi oleh media sosial. Ketika mencari suatu berita masyarakat tidak memanggi medianya tetapi masalahnya.

“Itu sudah merupakan dominasi, media sosial menjadi acuan. Undang-undang pers terikat oleh dua hal yaitu kaidah jurnalistik dan kode etik. Media wartawan harus menggunakan kaidah jurnalistik sehingga tidak jebol,” tuturnya.