Jayapura (KPN)-Menyikapi situasi dan kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia, bahkan di Indonesia hingga Provinsi Papua yang merebak begitu cepat, membuat semua aktifitas dihentikan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Selain perkantoran dan aktifitas lainnya dihentikan, sekolah pun diliburkan selama tiga hingga jelang empat bulan ini. Untuk itu sekolah diharuskan untuk belajar dari rumah dengan menggunakan internet lewat media sosial Watshap (WA).
Oleh karena itu, dari surat edaran Gubernur Papua bahwa akan dilakukan evaluasi terkait pembelajaran di sekolah yang akan dialihkan ke rumah selama masa pandemi Covid-19.
“Sesuai dengan edaran Gubernur, kita akan evaluasi tanggal 31 Juli, kalau tanggal 31 nanti fluktuasi pandemi Covid-19 di Papua ini masih tinggi, maka akan ada kebijakan berikut. Tetapi kalau sudah turun berarti akan ada kebijakan lain lagi. Tetapi intinya kita tidak mau kita punya guru-guru dan siswa ada masalah,” kata Kepala dinas Pendidikan Provinsi Papua, Lukas Kristian Sohilait, SP, M.Si, di Jayapura, Senin, (27/7/2020).
Dengan diberi kesempatanengunjungi sekolah-sekolah di Kabupaten Jayawijaya, melihat secara langsung proses belajar siswa dari rumah, bahkan guru-guru aktif untuk mengajar bagi siswa dengan buku-buku dan kunjungi siswa ke rumah.
“Saya berkesempatan ke Wamena bertemu dengan semua guru-guru TK, SD, SMP, SMA, SMK untuk melihat secara langsung beberapa alternatif, ada tiga hal yang mereka lakukan artinya, hari ini guru mulai berkreatif untuk melakukan sesuatu kepada siswa. Apa yang dilakukan di Wamena, mereka masih digunakan dan internet, pakai WA grup, siaran edukasi dari RRI, dan ada sekolah yang pakai cara, pertemuan dengan siswa secara bergantian dengan pembagian masing-masing kelas dari hari senin sampai hari jumat.
Saya juga apresiasi, dengan cara ini yang sudah dilakukan dan ini bukan terjadinya di Wamena, tetapi dilakukan di Serui, Merauke, Nabire dan ada beberapa tempat di Papua,” tutur Sohilait.
“Setelah dari Wamena saya ke Tiom, lalu lihat proses belajar disana, dimana anak-anak tidak ada yang ke sekolah, mereka semua ada di komunitas-komunitas, dengan didatangi dengan membawa bjku pelajaran,” ujar Sohilait.
“Kemarin saya bawa buku itu hampir sekitar 6.000 buku khusus untuk Tiom. Selain buku-buku yang dianjurkan, mereka juga kosongkan perpustakaan, dan bawa ke anak-anak sekolah yang sedang sekolah dari rumah. Memang frekuensi anak-anak untuk belajar itu jadi berkurang karena, yang harusnya belajar dari jam 8 sudah pulang jam 12. Sampai jam 2, sekarang tidak bisa, hanya 2 jam atau 3 jam saja, yang penting prosesnya berjalan baik,” ungkap Sohilait. (Cl)