Jayapura (KPN) – TPA Koya Koso dipalang warga setempat, Senin (17/04/2017). Ada tiga poin yang dituntut oleh para pemalang. Tuntutan pertama, di TPA Koya Koso terdapat banyak lalat. Tuntutan kedua, TPA Koya Koso menimbulkan bau tak sedap. Sedangkan tuntutan ketiga, Walikota Jayapura salah bayar pembebasan lahan.
Pada senin (17/04/2017) pemalangan jalan masuk ke TPA Nafri hanya menggunakan spanduk. Tetap sejak Selasa (18/04-2017) Para pemalang mendirikan tembok untuk menutup jalan masuk ke TPA Koya Koso.
“ Itu adalah tuntutan yang tidak berdasar, karena menyangkut tuntutan poin 1 dan 2 bahwa TPA berlalat dan berbau, sebenarnya TPA kita ini sudah merupakan TPA Sanitary landfill, jadi setiap tumpukan sampah itu langsung diuruk dengan tanah. Kalau dia sistem open dumping, seperti di Nafri itu barulah ada kemungkinan berbau dan berlalat, ” Demikian bantahan Nofdi Rampi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Jayapura.
Nofdi Rampi juga menjelaskan bahwa pembebasan lahan seluas 20 hektar untuk pembangunan TPA Nafri, sudah dilakukan dengan benar karena prosesnya melibatkan semua pihak yang terkait.
Selain pembebasan lahan yang dipersoalkan oleh Wensons merahabia, muncul juga tuntutan dari Soleman Hamzah, yang menyatakan bahwa 3 hektar dari luasan 20 hektar tanah yang telah dibebaskan oleh Pemerintah Kota Jayapura adalah miliknya.
Pihak Dinas Pekerjaan Umum Kota Jayapura telah melaporkan masalah pemalangan TPA Koya Koso secara tertulis kepada Walikota dan Sekda Kota Jayapura untuk ditindaklanjuti.
Sambil menyelesaikan masalah tanah TPA Koya Koso, Pembuangan sampah dialihkan ke TPA Nafri.
“ Kondisi fiskal kemampuan APBD kita sangat terbatas tahun ini. Ada terjadi deviasi min dari sisi penerimaan jika dibandingkan dengan tahun 2016 sumber penerimaan APBD kita. Deviasi min nya 200 milyar lebih, sehingga saya lebih mendorong pembuangan sampahnya ke TPA Nafri ”, jelas Nofdi Rampi. (SO)