
Di Balai Kampung Kufuriyai, Distrik Arguni Bawah Kabupaten Kaimana, Kamis (17/3/2022) Antonius Arfa (32), pemuda suku Irarutu dari Kampung Warmenu berdiri di hadapan 35 warga kampung Kufuriyai dan Manggera. Di tangan kanannya ia memegang spidol dan menulis di sebuah whiteboard, sambil menjelaskan tentang pupuk NPK.
NPK sendiri merupakan sebuah singkatan, di mana pupuk tersebut memiliki kandungan unsur hara Nitrogen (N), Phosphat (P) dan Kalium (K), sehingga digabungkan menjadi NPK.
Ketiga unsur dalam pupuk NPK membantu pertumbuhan tanaman, di mana nitrogen membantu pertumbuhan vegetatif, terutama daun. Sementara itu, unsur fosfor pada pupuk NPK membantu pertumbuhan akar dan tunas tanaman. Sedangkan kalium membantu pembungaan dan pembuahan.
Pupuk NPK ini dengan mudah dapat dibeli di toko pertanian di kota, dan proses pembuatannya dilakukan secara kimiawi. Dampak penggunaan pupuk kimiawi NPK ini memang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil panen yang besar, namun sejatinya berdampak buruk pada keberlanjutan fungsi tanah tapi juga buruk bagi kesehatan manusia.
Pupuk NPK kimiawi ini yang sering dibeli dan digunakan oleh warga di Distrik Arguni Bawah untuk memupuk tanaman pala di kampungnya. Karena itu, dengan bekal pengetahuan yang diperolehnya, Anton kemudian berbagi cara pembuatan pupuk NPK secara organik dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar kampung warga. Selain mudah mendapatkan bahannya, pupuk organik ini juga aman bagi kesehatan manusia dan baik bagi fungsi tanah secara berkelanjutan.
Setelah memberikan penjelasan singkat, Anthon kemudian membentuk tiga kelompok, yakni kelompok yang akan membuat pupuk Nitrogen, kelompok yang membuat pupuk Phosphat dan kelompok pembuat pupuk Kalium.

Di tempat praktek pembuatan pupuk organik, sejumlah material telah disiapkan, antara lain dedaunan hijau, bonggol sagu, batang pisang, rebung bambu, dan terlihat juga air sisa cucian beras, beberapa jerigen dan wadah pengaduk. Semua bahan-bahan itu dicincang halus lalu dimasukan dalam ember, diaduk rata dengan larutan gula dan air kelapa, lalu ditutup agar terjadi proses fermentase.
Anton menjelaskan, sisa material dedaunan akan jadi pupuk kompos, sedangkan hasil fermentase dari bahan-bahan yang didiamkan dalam drum dengan larutan gula itu yang dibiarkan selama 7 hari itu akan jadi pupuk cair NPK, untuk disemprot atau disiram ke tanaman pala.
Anton mengaku puas ilmunya dapat dibagi kepada warganya, dan semua warga mengikuti proses itu dengan sangat antusias. Ini adalah bagian dari sumbangsih yang diberikan Anton bagi warga di Distrik Arguni Bawah dalam rangka meningkatkan kualitas pala. Ia berharap ilmu ini dapat digelorakan bersama, sehingga ke depannya pala kaimana, khususnya dari Arguni Bawah kualitasnya dapat meningkat dan tanah tempat tumbuhnya pala juga tetap subur.

Sementara itu di tempat pembibitan tanaman pala, Alif Uru, pemuda asal Kampung Seraran sedang menunjukkan ke warga lainnya tentang cara melakukan sambung pucuk tanaman pala. Warga terlihat serius memperhatikan tahapan-tahapan yang dilakukan Alif. Dimulai dengan penjelasan tentang alat yang digunakan, hingga cara penggunaannya.
“ Kalau tidak ada pisau cuter, bisa gunakan pisau dapur, tapi yang tipis dan harus pisaunya bersih. Kalau pisau kotor, pasti tidak berhasil, karena ada bakteri,” jelasnya. Beberapa warga yang mengikuti pelatihan singkat itu diminta Alif mengambil pucuk dari pohon pala dewasa, lalu melihat pucuk dari pohon dewasa itu disambung pada bibit pala yang telah di potong bagian tengahnya lalu dibuat irisan untuk menancapkan atau menyambung pucuk pohon dewasa. Setelah itu sambungan itu diikat menggunakan perban putih, kemudian ditutupi plastik yang sudah dibasahi dengan air.
Setelah dua kali memberikan contoh sambung pucuk, Alif kemudian meminta warga melakukannya secara mandiri. Alif sangat puas, karena beberapa warga yang mengikuti materinya itu dapat mempraktekan dengan baik.
“ Kita lihat hasilnya nanti, kalau sambungannya kering, artinya tidak berhasil sambung pucuknya. Tapi jangan menyerah, harus terus mencoba, dan terus lakukan, pasti akan bisa,” tandasnya.

Sambung pucuk ini untuk meningkatkan produktivitas pala. Yang penting kita sudah tahu mana pala betina dan mana pala jantan. Dengan pengetahuan metode sambung pucuk ini, Alif berharap produksi pala dari Arguni Bawah di waktu mendatang akan naik.
Selepas memberikan praktek itu, Antonius dan Alif saya wawancarai. Ternyata kedua pemuda Irarutu ini hanya tamatan SMP di Distrik Arguni Bawah. Lalu bagaimana keduanya menguasai pengetahuan itu? Antonius mengaku pengetahuan itu diperoleh saat mengikuti Sekolah Transformasi Sosial (STS) yang diikuti selama dua bulan di Kampung Sisir.
“ Kami sangat berterima kasih kepada Yayasan EcoNusa yang membuat program STS. Dari Sekolah ini, saya bisa tahu cara ini. Ini sungguh luar biasa. Kami tidak bisa membalas, hanya Tuhan yang membalas. Pemerintah selama ini kase bibit, terus pergi, datang tipu-tipu terus pergi, tidak kase tunjuk bagaimana membuat seperti ini. Cara seperti Econusa buat ini yang masyarakat inginkan, terima kasih untuk Econusa, mereka tidak punya uang, tapi ilmu yang mereka berikan sangat luar biasa,” ujar Alif.

Antonius juga memberikan pendapat yang sama. Baginya ilmu yang didapatnya di STS sangat luar biasa. Tidak pernah ia dapatkan ilmu itu sebelumnya, baru terjadi setelah mengikuti STS. “ Saya mengikuti STS dengan serius selama dua bulan itu, saya datang tepat waktu, tidak mau ketinggalan materi, karena ilmu yang diberikan sangat luar biasa. Saya mau bilang banyak terima kasih buat tim dari Yayasan EcoNusa dan juga Bapak Mahmudi dan timnya dari Insist,” ujar Antonius Arfa, pemuda asal Kampung Warmenu.(Sumber : hutanpapua.id )